Saturday, December 15, 2007

Report Simulasi Tanaman Jagung

Upaya peningkatan produksi tanaman serealia nonpadi seperti jagung perlu mendapat perhatian yang lebih besar, mengingat makin meningkatnya permintaan. Hingga saat ini produksi jagung nasional belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga impor terpaksa harus dilakukan. Pada 2002, impor jagung mencapai 1,2 juta ton. Di sisi lain, ketersediaan jagung di pasar dunia makin terbatas karena makin tingginya permintaan dari negara importir. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri perlu digalakkan (Balitsereal, 2002).

Di masa mendatang kebutuhan jagung diperkirakan terus meningkat, terutama di negara yang sedang berkembang. Jika pada tahun 1995 permintaan jagung dunia 558 juta ton maka pada tahun 2020 diperkirakan meningkat menjadi 837 juta ton, atau dalam kurun waktu 25 tahun terjadi peningkatan permintaan jagung sebesar 50% dengan laju 2% per tahun. Hal ini berkaitan dengan perkembangan usaha peternakan.

Model sebagai suatu penyederhanaan dari sistem yang berlangsung dengan memasukkan prinsip pemahaman fisiologis dan ekologis tanaman yang telah diperoleh dari penelitian sebelumnya ternyata telah mendekati kenyataan hasil di lapangan. Pemodelan dikembangkan dengan pendekatan mekanistik yang mencoba menghubungkan proses fisiologis dan morfologis tanaman sebagai respon terhadap keadaan fisik lingkungan tanaman terutama kondisi tanah dan iklim. Dengan memanfaatkan data iklim dan tanah yang telah tersedia, model simulasi tanaman akan dengan cepat mampu menyediakan informasi mengenai prediksi perkembangan, pertumbuhan suatu komoditas yang akan dikembangkan di suatu wilayah pada waktu tertentu (Handoko, 1994). Model yang telah teruji keabsahannya, dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan secara agronomis seperti waktu tanam, pemupukan Nitrogen, irigasi serta analisis resiko.

Tindakan agronomis seperti pola penentuan waktu yang tepat sangat menentukan tingkat produksi maksimal di suatu agroekosistem. Ketidakakuratan penentuan waktu tanam akan mengakibatkan penurunan produksi akibat kekeringan dan kebanjiran. Penentuan waktu tanam di suatu tipe agroklimat dapat menjadi dasar prediksi potensi produksi tanaman dengan mengaplikasikan metode analisis sistem, seperti model simulasi tanaman

Karakteristik Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.

Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur.

Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan :

1. Berumur pendek (genjah) : 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna.

2. Berumur sedang (tengahan) : 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 4, Malin,Metro dan Pandu.

3. Berumur panjang (dalam) : lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan.

Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca terutama radiasi surya dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi, dan proses-proses metabolisme lainnya di dalam organ tanaman. Suhu mengatur kecepatan proses metabolisme dan aktivitas katalisator. Pada kisaran suhu toleran, semakin tinggi suhu akan mempercepat proses dan peningkatkan produksi. Faktor pembatas untuk pertumbuhan jagung adalah suhu rendah. Suhu minimum untuk terjadinya pertumbuhan jagung adalah 8 – 10 0C, walaupun telah ditemukan varietas yang dapat berkecambah pada suhu 5 0C. Suhu maksimum untuk pertumbuhan jagung yang pernah dilaporkan adalah 40 0C. Untuk pertumbuhan terbaik bagi tanaman jagung diperlukan suhu rata-rata harian 24 0C selama periode pertumbuhan. Selain suhu, air juga merupakan salah satu faktor pembatas untuk pertumbuhan jagung. Kebutuhan air yang terbanyak pada tanaman jagung adalah pada stadia pembungaan dan stadia pengisian biji. Dalam hal ini distribusi curah hujan lebih penting dari pada total curah hujan, karena kebutuhan air meningkat secara cepat dengan meningkatnya perkembangan daun selama pertumbuhan vegetatif.

Tipe Agroklimat
Tipe agroklimat pada prinsipnya adalah pencerminan kondisi iklim suatu wilayah dalam kaitannya dengan tanaman, seperti : (1) curah hujan, (2) radiasi surya, (3) suhu udara, (4) kelembaban, (5) angin. Di alam, unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan kata lain perilaku salah satu unsur iklim di suatu wilayah atau tempat merupakan resultante dari bermacam-macam unsur iklim lainnya.

Pembagian tipe agroklimat pada suatu wilayah terdapat beberapa macam sistem klasifikasi. Tiap klasifikasi dibuat berdasarkan tujuan tertentu dari pembuatnya, dengan luas cakupan wilayahnya mulai dari yang terbatas (lebih kecil dari negara) sampai yang luas (regional atau dunia). Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam menggunakan suatu klasifikasi iklim kita perlu memperhatikan beberapa hal antara lain

(a) Tujuan klasifikasi iklim tersebut dibuat,

(b) Latar belakang pembuat klasifikasi iklim tersebut,

(c) Daerah-daerah berlakunya klasifikasi iklim tersebut.

Salah satu sistem klasifikasi iklim yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan adalah sistem klasifikasi Oldeman. Dalam hal ini, Oldeman menghubungkannya dengan kegiatan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Kriteria yang digunakan dalam sistem klasifikasi iklim Oldeman, didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman. Batasan tersebut adalah sebagai berikut:

(a) Bulan Basah (BB) : bulan dengan rata-rata curah hujan > 200 mm

(b) Bulan Lembab (BL) : bulan dengan rata-rata curah hujan 100 - 200 mm

(c) Bulan Kering (BK) : bulan dengan rata-rata curah hujan <>

Penyusunan Model
Pada pendekatan sistem, tahap permodelan lebih kompleks namun relatif tidak banyak ragam ditinjau baik dari jenis sistem maupun tingkat kecanggihan model. Tahap-tahap permodelan meliputi (1) Seleksi konsep, (2) Pemodelan dari konsep, (3) Implentasi komputer, (4) Validasi, (5) Analisis sensitivitas, (6) Analisis stabilitas, dan (7) Aplikasi model (Eriyatno, 2003).

Tahap seleksi konsep dilakukan untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup untuk dilakukan permodelan abstraknya. Setelah itu, tugas tahap permodelan adalah terpusat pada pembentukan model abstrak yang realistik, yang dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan yaitu

(1) Pendekatan Kotak Gelap ; dilakukan dengan identifikasi model sistem dan informasi yang menggambarkan perilaku dari sistem yang sedang berjalan (past behaviour of the existing system) menggunakan teknik statistik dan matematik dan

(2) Pendekatan Struktur ; yang dimulai dengan mempelajari secara teliti struktur sistem dari teori-teori guna menentukan komponen basis sistem serta keterkaitannya sehingga model keseluruhan secara berantai dibentuk. Pada tahap ini juga dilakukan penelaahan secara teliti tentang asumsi model, konsistensi internal pada struktur model, data input untuk pendugaan parameter, hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual, dan rnemperbandingkan model dengan kondisi aktual sejauh mungkin dimana hasilnya adalah deskripsi dari model abstrak yang telah melalui uji permulaan atas validitasnya.

Tahap permodelan selanjutnya adalah implementasi komputer. Pemanfaatan komputer sebagai pengolah data dan penyimpan data tidak dapat diabaikan dalam pendekatan sistem. Pada tahap ini model abstrak diwujudkan pada berbagai bentuk persamaan, diagram alir, dan diagram blok. Tahap ini seolah-olah membentuk model dari suatu model, yaitu tingkat abstraksi lain yang ditarik dari dunia nyata. Hal yang penting di sini adalah memilih teknik dan bahasa komputer yang digunakan untuk implementasi model. Setelah program komputer dibuat untuk model abstrak dimana format input/output telah dirancang serta memadai, dilanjutkan dengan tahap pembuktian (verifikasi) bahwa model komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji.

Sub Model Neraca Air
Input utama bagi sub-model neraca air dalam hal ini adalah curah hujan, irigasi tidak diberikan. Hujan harian (mm/hari) yang jatuh diatas tajuk tanaman jagung diintersepsi oleh tajuk dan jatuh ke permukaan tanah baik secara langsung (troughfall) maupun melalui aliran batang (stem flow). Selanjutnya air yang masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori tanah (infiltrasi). Hujan harian yang diintersepsi oleh tajuk akan kembali mengisi atmosfer sama dengan yang diintersepsi tajuk. Air infiltrasi mengubah kadar air tanah (KAT) atau ketersedian air bagi tanaman.

Intersepsi air hujan oleh tajuk merupakan fungsi curah hujan dan LAI. Semakin tinggi LAI, jumlah air hujan yang diintersepsi oleh tajuk meningkat sampai batas maksimum tertentu. LAI bernilai 3 merupakan batas minimal untuk terjadinya intersepsi tajuk maksimum dengan nilai 1,27 mm. Apabila di suatu hari curah hujan sedikit, maka seluruh air hujan tersebut diintersepsi tajuk dan menjadi air yang hilang sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Nilai LAI sebagai peubah pembantu di dalam sub-model neraca air dibangkitkan dari sub-model pertumbuhan.

Air yang tidak dintersepsi oleh tajuk akan jatuh ke permukaan tanah dan masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori tanah yang dikenal dengan infiltrasi. Infiltrasi akan dapat mengubah kadar air tanah (KAT). Pada lapisan pertama air diserap dan ditranspirasikan oleh tanaman, dan dievaporasikan oleh tanah. Jumlah air aktual yang ditranspirasikan (Ta) dari setiap lapisan tanah dan yang dievaporasikan (Ea) dari lapisan tanah pertama, diduga dari nilai Tm (transpirasi maksimum) dan Em (evaporasi maksimum) yang diperhitungkan melalui pendugaan nilai evapotranspirasi maksimum (ETm ≈ Etp) dengan metode Penman (1948), yaitu :

ETp = {(ΔQn + γ f(u)(es – ea)}/{λ(Δ + γ)}

Dimana :

Etp = Evapotranspirasi Potensial (mm)

Δ = Kemiringan kurva hubungan tekanan uap air jenuh dan suhu udara (PaK-1)

Qn = Radiasi netto (MJ m-2)

γ = Tetapan psikometer (66,1 PaK-1)

f(u) = Fungsi kecepatan angin (MJ m-2 Pa -1)

u = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (km hari -1)

es – ea = Defisit tekanan uap air (Pa), selisih tekanan uap jenuh dan aktual

λ = Panas spesifik penguapan (2,454 MJ kg-1)

Evaporasi maksimum (Em) dihitung sebanding dengan tranmisi energi radiasi surya melalui tajuk tanaman yang dihitung dengan Hukum Beer.
Evaporasi tanah aktual (Ea) terjadi apabila KAT > TLP. Pada stage -1 nilai Ea = Em. Pada keadaan jika KAT ≤ TLP maka Ea = 0.

Asumsi yang digunakan untuk menghitung kadar air tanah sebagai peubah keadaan di dalam sub-model neraca air adalah apabila kadar air tanah pada kedalaman 60 cm KAT lebih tinggi dari pada kapasitas lapang. Pada kedalaman tersebut akan terjadi perkolasi air (Pk) kelapisan bawahnya. Air yang diperkolasikan ke lapisan di bawahnya adalah air perkolasi dari lapisan atas yang besarnya adalah Pk = KAT – KL jika KAT > KL dan Pk = 0 jika KAT ≤ KL.

Keadaan air tanah di suatu lapisan yang menggambarkan neraca air pada suatu hari saat diperhitungkan (t) untuk setiap lapisan adlah sebagai berikut :

KATt = KATt-1 - Pkt - Tat - Eat

Sub-Model Perkembangan Tanaman Jagung
Menurut Kiniry (1991) sistem derajat hari (Degree Day) atau waktu termal unit (Daily Thermal Unit) telah digunakan untuk simulasi semua proses pertumbuhan kecuali induksi fotoperiode. Waktu termal unit dalam model yang dikembangkan oleh Kiniry (1991) menggunakan suhu dasar 8 0C untuk sebagian besar proses. Pada suhu 34 0C pertumbuhan maksimum, di atas 34 0C pertumbuhan menurun secara linear hingga pertumbuhan terhenti pada suhu 44 0C.

Model fase perkembangan jagung untuk wilayah tropik berdasarkan atas suhu yang dihubungkan dengan perkiraan derajat hari. Kiniry (1991) telah mengembangkan penentuan fase perkembangan tanaman jagung berdasarkan derajat hari atau jumlah panas ini.

Fase (stage = s) perkembangan tanaman jagung dari saat benih ditanam sampai dengan panen dibedakan atas lima kejadian, yaitu (1) saat tanam, (2) muncul lapang (emergence), (3) bibit, (4) berbunga (tasseling), dan (5) panen.

Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian (Tr) melebihi suhu dasar (Tb). Kejadian fenologi tanaman jagung dari saat tanam sampai matang atau panen di atas diberikan skala 0 - 1. Nilai s = 0 untuk saat tanam; nilai s untuk saat mucul di lapang, bibit, berbunga, dan matang ; berturut adalah 0,25 ; 0,50 ; 0,75 dan 1,0

Fase perkembangan antara masing-masing kejadian fenologi tersebut dihitung dengan rumus seperti Tabel 1. Berdasarkan pengamatan hari kejadian setiap fase fenologi tanaman di lapang dan pengukuran suhu harian dari stasiun setempat serta menggunakan suhu dasar 8 0C (Kiniry, 1991) melalui pendekatan konsep unit panas atau thermal unit (TU) diperoleh nilai parameter perkembangan tanaman jagung pada setiap kejadian fenologi.

Sub-Model Pertumbuhan Tanaman Jagung
Sub-model pertumbuhan mensimulasi aliran biomassa hasil fotosintesis ke organ-organ tanaman (daun, batang, akar dan biji/tongkol) serta kehilangannya berupa respirasi. Batang dianggap termasuk pelepah-pelepah daun dan bagian dari bunga selain biji. Sub-model ini juga mensimulasi perkembangan luas daun untuk menduga indeks luas daun (LAI).

Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh jumlah radiasi harian yang diintersepsi dan efisiensi penggunaan cahaya (LUE) , serta faktor ketersediaan air (wdf). Prediksi produksi bahan kering untuk tanaman jagung dimulai saat fase emergence akhir sampai muncul daun pertama. Bobot kering akar, batang, dan daun pada saat emergence (bibit) digunakan sebagai dasar dalam menentukan nilai bobot awal organ dalam sub-model pertumbuhan.

Persentase penambahan biomassa organ tanaman sangat tergantung dari parameter koefisien partisi tiap organ. Sebagian biomassa di masing-masing organ ini akan berkurang oleh adanya respirasi pertumbuhan (Rg) dan respirasi pemeliharaan (Rm) yang dihitung berdasarkan suhu udara dan massa masing-masing organ. Dalam hal ini Rg diasumsikan sudah termasuk di dalam produksi biomassa netto pada hari yang bersangkutan sehingga yangdiperhitungkan hanya Rm. Produksi biomassa aktual pada jagung ditranslokasikan ke masing-masing organ tanaman sesuai dengan nilai koefisien partisi (p) yang merupakan fungsi dari fase perkembangan.






1 comment:

  1. sebuah pembahasan yang cukup medalam ..dan bermanfaat bagi pertanian jagung di Indonesia.
    sukses selalu...

    ReplyDelete